Rumahtiga – Senin malam (8|4|2025), udara di sekitar Gedung Gereja Cahaya Kemuliaan terasa berbeda. Langit yang diliputi mendung tipis seolah menyelimuti suasana hati puluhan calon anggota sidi jemaat GPM Rumahtiga yang malam itu berkumpul dalam sebuah perenungan malam—sebuah proses batin yang mendalam menjelang peneguhan mereka sebagai anggota penuh jemaat. Ini bukan sekadar agenda tahunan gereja, melainkan sebuah momentum spiritual yang sarat makna: sebuah ruang untuk berdiam diri, menelusuri jejak hidup, menyelami panggilan, dan akhirnya mengambil keputusan besar untuk sungguh mengikuti Yesus, dengan segenap keberanian dan kerendahan hati.
Tahap Pertama: Hening Diri dan Membangun Kontemplasi
Musik instrumental lembut mengalun, mengiringi momen hening diri. Para calon sidi diajak untuk melepaskan diri sejenak dari riuhnya dunia luar dan masuk ke ruang batin terdalam. Dalam diam itu, mereka merenung: tentang hidup, tentang Tuhan, dan tentang suara yang kerap tertinggal karena hiruk-pikuk rutinitas harian. Dengan merenungi bahwa diam adalah pintu masuk menuju suara Tuhan, dalam kesunyian itu, kontemplasi mulai terbentuk. Sejumlah peserta mulai tertunduk, mata terpejam, membiarkan hati mereka dipenuhi dengan kesadaran akan kasih dan anugerah Tuhan yang selama ini menyertai.
Tahap Kedua: Membangun Pengenalan Diri
Setelah keheningan, peserta perlahan dibimbing untuk menggali pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup mereka. “Siapakah saya?” “Mengapa saya ada di dunia ini?” dan “Mengapa saya memilih untuk mengikuti Yesus?”

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk dijawab dengan lisan, melainkan untuk direnungkan dalam kejujuran hati. Seorang peserta muda, dengan suara bergetar, mengaku baru kali ini benar-benar mempertanyakan tujuannya dalam hidup. “Saya sering ikut gereja karena kebiasaan. Tapi malam ini saya sadar, saya butuh alasan yang lebih dalam,” ujarnya lirih.
Tahap Ketiga: Sharing Teks dan Pengalaman
Tahapan ketiga membawa peserta masuk ke dalam kekuatan teks Aklitab. Dalam kelompok-kelompok kecil, mereka membuka dan merenungkan Matius 16:21–28, tentang menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Yesus. Teks ini menjadi cermin bagi perjalanan iman mereka.
Beberapa peserta tak mampu membendung air mata saat mengisahkan pergulatan hidup mereka. “Mengikut Yesus itu tidak mudah. Tapi saya percaya, ada kemuliaan di balik penderitaan,” ucap seorang calon sidi perempuan dengan suara parau, disambut pelukan hangat dari rekan kelompoknya. Tangisan menjadi bagian dari sesi ini. Bukan tangisan duka, melainkan luapan emosi atas kesadaran akan kasih Allah yang besar, dan pengorbanan Yesus yang menjadi dasar iman Kristen. Di ruang itu, tidak ada penghakiman yang ada hanyalah penerimaan dan pemulihan.
Tahap Terakhir: Pengambilan Keputusan dan Komitmen Melayani
Puncak kegiatan ditandai dengan prosesi pengambilan keputusan. Dalam suasana yang syahdu, satu per satu calon sidi berdiri, menyatakan komitmen mereka untuk melayani Tuhan, apa pun tantangannya. Mereka tidak hanya berkata “ya” kepada gereja, tetapi juga kepada misi pengutusan Tuhan di tengah dunia yang penuh problematika.
Beberapa menulis komitmen mereka di selembar kertas, lalu meletakkannya di bawah kaki salib yang diletakan di bagian depan altar sebagai simbol penyerahan. Diiringi doa dan pujian, malam itu berakhir dalam keheningan dan kekhusyukan—namun hati-hati mereka pulang dalam terang baru.

Kegiatan ini dipandu langsung oleh perangkat Majelis Jemaat GPM Rumahtiga dengan dedikasi penuh. Perenungan malam itu menjadi pengingat bahwa menjadi anggota sidi bukan sekadar status gerejawi. Ia adalah panggilan hidup. Dan malam itu, di Gedung Gereja Cahaya Kemuliaan, panggilan itu dijawab—dengan air mata, keberanian, dan kasih yang tulus.